Jakarta – Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memberikan proyeksi positif terkait produksi beras Indonesia. Dalam laporan Food Outlook Biannual Report on Global Food Markets edisi Juni 2025, FAO memperkirakan produksi beras Indonesia akan mencapai 35,6 juta ton pada musim tanam 2025/2026.
Angka tersebut menjadi rekor tertinggi dalam tiga tahun terakhir, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan lonjakan produksi tertinggi di antara produsen utama beras dunia. Laporan FAO menempatkan Indonesia sebagai produsen beras terbesar keempat di dunia, berada di bawah China, India, dan Bangladesh.
Produksi beras Indonesia diperkirakan meningkat 4,5 persen dibandingkan musim sebelumnya yang mencapai 34 juta ton. Kenaikan ini menandai pemulihan signifikan setelah sempat mengalami penurunan pada musim 2024/2025. “Peningkatan ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki daya saing dan ketahanan dalam sektor pertanian, khususnya di subsektor pangan strategis,” demikian pernyataan dalam laporan FAO.
Secara global, produksi beras dunia diperkirakan mencapai 551,5 juta ton, meningkat 0,9 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah produksi beras dunia, yang didukung oleh hasil panen di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Kepala Biro komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Moch. Arief Cahyono, menyambut baik proyeksi tersebut. Ia menyatakan bahwa capaian ini sejalan dengan komitmen Kementan untuk mencapai swasembada pangan,sesuai arahan Presiden RI,Prabowo subianto. Arief menjelaskan bahwa Kementan telah melakukan berbagai terobosan strategis di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk mendorong peningkatan produksi secara eksponensial.”Menteri Amran terus menggerakkan jajaran untuk mempercepat tanam,menyediakan benih unggul,memperbaiki irigasi,memasifkan pompanisasi,dan memastikan pupuk tersalurkan tepat waktu,” ujarnya. “Semua langkah ini bertujuan agar produksi beras Indonesia terus meningkat secara eksponensial dan berkelanjutan.”
Pemerintah juga telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram dan meningkatkan penyerapan gabah dengan menghapus kebijakan rafaksi. “Dengan kebijakan ini, cadangan beras pemerintah saat ini telah mencapai 4,15 juta ton dan harga gabah di tingkat petani tidak anjlok,” kata Arief. “Kita ingin petani menikmati hasil panen dan terus semangat menanam. Ini sangat penting untuk mempertahankan keberlanjutan peningkatan produksi beras ke depannya.”
Kementan melihat proyeksi positif dari FAO ini sebagai sinyal kepercayaan internasional terhadap potensi sektor pangan nasional. Arief menambahkan, jika tren ini terus berlanjut, Indonesia berpeluang melakukan ekspor beras, memperkuat stok beras nasional, dan meningkatkan posisi strategisnya dalam sistem pangan global. Laporan FAO ini menjadi salah satu rujukan utama bagi negara-negara di dunia dalam memantau dinamika produksi, stok, dan perdagangan komoditas pangan utama, termasuk beras. Sebagai perbandingan, lonjakan produksi Indonesia hanya kalah dari Brasil yang mencatat peningkatan sebesar 14,7 persen. Sementara negara-negara seperti Thailand dan Pakistan justru diproyeksikan mengalami penurunan produksi.