Jakarta – Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan kerja sama internasional dalam pengembangan energi nuklir, dengan Kanada dan Rusia muncul sebagai kandidat utama. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan informasi ini setelah menghadiri jakarta Geopolitical Forum IX 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Menurut Bahlil, Kementerian ESDM telah menyusun rencana strategis untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034 menargetkan PLTN beroperasi pada tahun 2034 dengan kapasitas 500 megawatt (MW). Kapasitas ini akan berasal dari dua unit small modular reactors (SMR), masing-masing berkapasitas 250 MW.
“Kerja samanya seperti apa? Konsepnya sekarang sedang dibahas. Tawaran mereka sudah kita terima dan dibahas. Ada beberapa negara yang menawarkan,” kata Bahlil, mengindikasikan bahwa diskusi sedang berlangsung untuk menentukan struktur kolaborasi. Ia menambahkan bahwa lokasi pembangunan reaktor direncanakan di Sumatra dan Kalimantan sebagai langkah awal pengembangan energi nuklir.
Indonesia terbuka untuk bekerja sama dengan negara mana pun, asalkan ada ikatan resmi dan penawaran yang saling menguntungkan, tegas Bahlil. “Indonesia terbuka bekerja sama dengan negara mana pun, selama ada ikatan resmi hubungan kerja sama dan penawaran tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak,” ujarnya.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, termasuk Menteri ESDM, baru-baru ini melakukan kunjungan ke Rusia. Bahlil mengakui bahwa potensi kerja sama nuklir dengan Rusia sempat dibahas,meskipun belum secara rinci. “Ya, dibahas, tapi tidak terlalu detail, ya,” ungkapnya.
Meskipun beberapa negara lain juga berpotensi untuk berkolaborasi, Bahlil secara terbuka hanya menyebutkan Kanada dan Rusia. “Kalau Kanada dan Rusia sudah terbuka, jadi oke, boleh dong,” katanya.Bahlil menekankan bahwa pengembangan energi nuklir merupakan bagian dari upaya Indonesia menuju kemandirian energi. Hal ini dianggap sebagai kebutuhan mendesak dalam menghadapi situasi global, dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, mengimplementasikan hilirisasi, dan memperkuat kolaborasi dengan negara sahabat.