jakarta – Pemerintah berupaya menstabilkan harga ayam di tingkat peternak dengan menetapkan harga minimal Rp18.000 per kilogram.Kebijakan ini, yang mulai berlaku Kamis (19/6), bertujuan untuk melindungi peternak unggas dari kerugian akibat penurunan harga.
menurut deputi Bidang ketersediaan dan Stabilisasi Pangan badan Pangan Nasional (Bapanas),I Gusti Ketut Astawa,keputusan tersebut diambil dalam rapat koordinasi yang melibatkan Kementerian pertanian,bapanas,dan Satgas Pangan Polri pada Rabu (18/6). “Hal tersebut diputuskan dalam rapat bersama Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional dan Satgas Pangan Polri pada Rabu, 18 Juni 2025,” ujarnya saat dikonfirmasi.Diharapkan, kesepakatan harga minimal ini dapat mendekatkan harga ayam hidup ke Harga Acuan Pembelian (HAP) di tingkat produsen, yang ditetapkan sebesar Rp25.000 per kilogram sesuai Perbadan Pangan Nomor 6 Tahun 2024. “langkah pemerintah ini tentunya demi melindungi peternak unggas dalam negeri,” kata Ketut. Ia menambahkan, “Dalam rapat 18 Juni kemarin dilaporkan harga livebird, ada yang Rp15.000 ke bawah dan memiliki kecenderungan akan terus menurun.”
Pemerintah dan pemangku kepentingan perunggasan sepakat untuk meningkatkan HPP ayam hidup secara bertahap agar mendekati HAP sesuai Perbadan Pangan Nomor 6 Tahun 2024. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan indeks harga yang diterima peternak unggas dalam tiga bulan terakhir, dari 122,53 pada Maret menjadi 120,39 pada April, dan 120,14 pada mei.
panel Harga Pangan Bapanas mencatat pada 18 Juni 2025 bahwa rata-rata harga ayam ras hidup dari 18 provinsi berada di bawah HAP produsen sebesar Rp25.000 per kilogram, yang mengindikasikan tekanan harga yang berkelanjutan. Beberapa provinsi dengan harga rata-rata terendah antara lain Banten (Rp17.000 per kg), Sumatera Selatan (Rp17.500 per kg), Jawa Tengah (Rp17.781 per kg), dan Jawa Timur (Rp18.433 per kg).
Bapanas juga berupaya meningkatkan penyerapan ayam dari peternak lokal melalui optimalisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang saat ini memiliki 1.663 titik Satuan Pelayanan pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah. Untuk mengoptimalkan serapan ayam lokal, data peternak dari sentra produksi sedang disiapkan agar dapat dihubungkan langsung dengan SPPG terdekat, dengan tujuan menciptakan alur distribusi yang lebih efisien.Langkah business matching akan segera dilakukan untuk mempertemukan peternak unggas dengan titik konsumsi potensial, serta mendorong terbentuknya pasar baru berbasis kebutuhan pangan nasional.”Secara paralel kami siapkan data peternak di sentra-sentra produksi yang ada, agar dapat di link kan dengan SPPG di daerah tersebut,” pungkas Ketut.