jakarta – Boeing memproyeksikan lonjakan signifikan dalam permintaan perjalanan udara global, yang diperkirakan akan melampaui 40 persen pada tahun 2030, sehingga memicu kebutuhan akan ribuan pesawat jet baru dalam beberapa tahun mendatang.
Proyeksi tersebut terungkap dalam laporan permintaan pesawat komersial selama 20 tahun yang dirilis pada Minggu, 15 Juni 2025, menjelang Paris Airshow. Dalam laporan tersebut, Boeing memperkirakan kebutuhan sebanyak 43.600 pesawat baru hingga tahun 2044. Angka ini hampir setara dengan proyeksi tahun sebelumnya, yang memperkirakan 43.975 pengiriman hingga tahun 2043.
Pesaing Boeing dari Eropa,Airbus,juga merevisi proyeksi permintaan komersial selama 20 tahun menjadi 43.420 pesawat. Airbus menyatakan keyakinannya bahwa industri penerbangan akan mampu mengatasi ketegangan perdagangan global yang sedang berlangsung.
Proyeksi dari Boeing mencakup sekitar 33.300 pesawat lorong tunggal, lebih dari 7.800 jet berbadan lebar, 955 pesawat kargo pabrikan, serta 1.545 jet regional. Pesawat lorong tunggal, termasuk Boeing 737 MAX dan keluarga pesaingnya Airbus A320neo, saat ini mewakili sekitar empat dari setiap lima pengiriman.
Meskipun proyeksi jumlah pengiriman pesawat relatif stabil, Boeing merevisi turun proyeksi pertumbuhan lalu lintas penumpang selama 20 tahun dari 4,7 persen menjadi 4,2 persen. Pertumbuhan ekonomi global juga direvisi turun dari 2,6 persen menjadi 2,3 persen,lalu lintas kargo dari 4,1 persen menjadi 3,7 persen,dan pertumbuhan armada dari 3,2 persen menjadi 3,1 persen.
Wakil Presiden Pemasaran Komersial Boeing, darren Hulst, mengatakan kepada wartawan bahwa volatilitas perdagangan diperkirakan tidak akan memengaruhi permintaan jangka panjang secara signifikan. ia menyatakan, “Saya pikir kita perlu melihat kembali perspektif dari 20, 40, hingga 60 tahun terakhir soal nilai kargo udara dan pertumbuhannya yang sekitar 4 persen.”
Hulst menambahkan bahwa sejak pandemi COVID-19, permintaan perjalanan udara telah pulih, tetapi produksi pesawat masih setengah atau bahkan lebih rendah dibanding sebelum pandemi. Hal ini mengakibatkan kekurangan sekitar 1.500 hingga 2.000 pesawat.