Jakarta – Ekonom senior Fauzi Ichsan memprediksi Bank Indonesia (BI) tidak akan memangkas suku bunga acuannya secara agresif dalam rapat Dewan Gubernur yang berlangsung hari ini.
Menurut Fauzi, kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan pasca krisis, seperti pada 2008 dan 2020, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi terkontraksi dan nilai tukar rupiah melemah.
Pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5%, nilai tukar rupiah yang menguat ke level Rp 15.342/US$, serta inflasi yang rendah di level 2,1% menjadi indikator tidak diperlukannya pemangkasan suku bunga secara agresif.
“Pemangkasan suku bunga kali ini tidak se-urgen tahun 2020 atau 2008,” ujar Fauzi dalam program Power Lunch CNBC Indonesia.
Fauzi menyarankan BI untuk fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang sangat bergantung pada suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed).
“BI akan menunggu keputusan The Fed apakah akan memangkas suku bunga acuannya atau tidak,” kata Fauzi.
Fauzi juga menyebutkan diversifikasi investasi dari North East Asia ke emerging markets seperti Indonesia turut membantu stabilitas nilai tukar rupiah.
Dengan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed, Fauzi memprediksi nilai tukar rupiah akan terus menguat dan berdampak positif pada inflasi impor serta kinerja pasar saham dan obligasi.
“Secara global, 18 bulan ke depan ini positif,” pungkas Fauzi.