Jakarta – Dalam rangka mematuhi Undang-Undang Dasar RI 1945, negara mengalokasikan dana pendidikan nasional sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN).
Alokasi anggaran pendidikan pada 2024 mencapai Rp 662,02 triliun, dengan 52% di antaranya disalurkan ke daerah.
Namun, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendy, menyoroti ketimpangan pengelolaan dana pendidikan di daerah. “Kualitas pendidikan masih belum merata dan biayanya mahal,” tegas Dede dalam rapat Komisi X dengan Kementerian Pendidikan dan Kementerian Dalam Negeri di Senayan, Rabu (19/6).
Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Horas Maurits Panjaitan. “Masih terdapat permasalahan pengelolaan dana pendidikan di daerah,” ujar Horas. “Layanan pendidikan belum merata, kualitas pendidikan masih rendah.”
Horas memaparkan, belanja pendidikan yang masih rendah berdampak pada kualitas dan efektivitas lulusan. Ia juga menyebut, meski sudah ada transfer dari pemerintah pusat, masih ada 514 kabupaten dan kota yang belum mencapai target 20% anggaran pendidikan.
“Besaran belanja dan kinerja mandatory spending pendidikan belum merata,” kata Horas.
Dalam paparannya, Horas mengungkapkan ketimpangan alokasi dana pendidikan antara pusat dan daerah. Kemendagri melakukan pengukuran rasio belanja pendidikan di tiap provinsi.
“Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki alokasi tertinggi, yaitu 42,37% dari total belanja daerah,” jelas Horas. “Sementara Papua Barat memiliki alokasi terendah, hanya 3,59%.”
Berdasarkan data Kemendagri, terdapat 10 provinsi yang alokasi belanja pendidikannya masih di bawah 20%.