Jakarta – Pemerintah berencana mendorong penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti bensin.
Langkah ini bertujuan mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
“Kita ingin sulfur (pada bensin) menjadi 50 ppm. Ini sedang diproses oleh Pertamina,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, melalui unggahan di akun Instagramnya.
Luhut menjelaskan, kandungan sulfur yang rendah dalam bioetanol dapat mengurangi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). “Pembayaran BPJS untuk penyakit tersebut bisa dihemat hingga Rp38 triliun,” ujarnya.
Penggunaan bioetanol sebelumnya telah disiapkan melalui pembentukan Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, oleh Presiden Joko Widodo. Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, ditunjuk sebagai ketua satgas.
Bahlil berkomitmen mempercepat investasi komoditas tebu yang diintegrasikan dengan industri gula, bioetanol, dan pembangkit listrik biomasa di Merauke. Ia menyebutkan, ada empat klaster wilayah seluas lebih dari 2 juta hektare yang akan menjadi sentra pengembangan swasembada gula terintegrasi bioetanol.
“Total rencana investasi perkebunan tebu terintegrasi swasta klaster tiga diperkirakan mencapai US$ 5,62 miliar atau Rp 83,27 triliun,” kata Bahlil.