SUMBARBISNIS – Terkait 26 RUU Tentang Kabupaten/Kota, Komite I DPD RI meminta masukan dari Gubernur Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Setiap daerah di Indonesia, baik provinsi maupun kabupaten/kota, memiliki UU pembentukannya sendiri.
“UU yang menjadi dasar hukum eksistensi kabupaten/kota saat ini sebagian besar berasal dari UU yang dibuat pada zaman UUDS Tahun 1950. Hal ini sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum dan masyarakat saat ini,” kata Wakil Ketua Komite I DPD RI Sylviana Murni di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (3/6/24).
Sylviana menjelaskan bahwa pada tahun 2022, telah disahkan lima UU Tentang Provinsi, termasuk UU Tentang Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kemudian, dilanjutkan dengan pembentukan UU Tentang Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
“Pada tahun 2023, pembahasan dilanjutkan dan berhasil disahkan delapan UU Provinsi, termasuk UU Tentang Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Kalimantan Tengah, dan Bali. Sehingga, hingga saat ini, sudah dihasilkan total 20 UU Tentang Provinsi,” tambah Sylviana.
Sylviana menambahkan bahwa berdasarkan pengalaman dalam merumuskan dan pembahasan 20 UU Provinsi dan 27 UU Kabupaten/Kota, telah sepakat format standar materi muatan yang digunakan dalam penyusunan Undang-Undang tersebut. Format tersebut mencakup penyempurnaan dasar hukum, penyesuaian cakupan atau penataan wilayah, dan penegasan karakteristik daerah.
“Namun, materi tentang kewenangan daerah tidak akan diatur dalam UU ini karena dapat berpotensi bertentangan dengan UU terkait lainnya,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Gubernur Provinsi Sumbar Jasman mengakui bahwa pihaknya telah melihat UU Kabupaten/Kota dan menemukan beberapa poin yang perlu diperhatikan. Pihaknya berharap dalam UU tersebut bisa menggunakan nama-nama sesuai aslinya baik itu kecamatan ataupun daerah.
“Kami berharap nama-nama di Sumbar bisa sesuai dengan aslinya tanpa menghilangkan identitas daerah. Saya juga berharap dalam UU ini daerah memiliki fleksibilitas untuk menambah atau mengurangi kecamatan. Jangan terikat seperti ini,” harapnya.
Senada dengan Jasman, Asisten I Gubernur Provinsi Kepri TS Arif Fadillah mengatakan bahwa Kepri sebagai dataran dan kepulauan mengalami perkembangan kecamatan. Untuk itu, ia berharap UU ini memberikan fleksibilitas kepada daerah.
“Memang UU ini memberikan fleksibilitas kepada daerah untuk menyesuaikan dengan kondisi lokal,” harapnya.
Anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan Ajiep Padindang mengusulkan bahwa Provinsi Sumatera Barat harus menggunakan kesempatan ini dengan cermat. Menurutnya, jika nama kecamatan diganti dengan nagari maka akan berpengaruh pada alokasi dana desa.
“Sebelumnya, dana desa menjadi perdebatan panjang di Sumbar. Karena jika bicara nagari maka alokasi dana desa akan berbeda dengan kecamatan,” paparnya.