Jakarta – Hilirisasi di sektor mineral dan batubara (minerba) telah menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kewajiban hilirisasi yang melekat pada industri pertambangan tidak lain adalah untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang.
“Memang kewajiban dari industri pertambangan adalah membangun proses hilirisasi, jadi wajib membangun smelter. Diamanatkan dalam UU Nomor 4/2009 dan kemudian juga UU Nomor 3/2020. Kita memang mewajibkan pengolahan sumber-sumber mineral kita, harus diolah lebih lanjut sehingga bisa memberikan nilai tambah,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Senin 27 Juli 2020.
Arifin menyatakan saat ini ada 48 proyek smelter nikel yang ditargetkan seluruhnya dapat beroperasi pada tahun 2024, terlepas dari kendala yang dialami para investor akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) maupun kesulitan lainnya.
“Memang saat ini ada, khususnya smelter nikel, ada 48 proyek yang kita harapkan bisa selesai di 2024. Memang sekarang ada kendala yang timbul yang diakibatkan kondisi sekarang dan juga kesulitan lain dari industri pertambangan untuk membangun smelter,” lanjutnya.
Maka dari itu, Arifin mengatakan, Kementerian ESDM terus berupaya untuk menjembatani kebutuhan para investor tersebut untuk dapat merealisasikan proyek smelter yang sudah direncanakan. Hal tersebut juga untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di sektor minerba.
“Cita-cita Indonesia, nanti untuk bisa membangun industri hilirisasi dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah yang tinggi, juga menyerap tenaga kerja, dan hal positif lain yang akan bisa diterima oleh Indonesia. Jadi Kementerian ESDM mendukung penuh program hilirisasi yang memang sudah kita canangkan. Mudah-mudahan dalam waktu yang sudah kita targetkan cita-cita ini bisa kita capai,” tutur Arifin.