Jakarta – Laporan terbaru Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur yang dirilis S&P Global menunjukkan penurunan indeks manufaktur Indonesia ke level 48,9 pada Agustus 2024.
Angka ini turun dari posisi 49,3 pada Juli 2024, menandai dua bulan berturut-turut industri pengolahan nasional berada di bawah ambang batas ekspansi (50).
Penurunan permintaan pasar menjadi faktor utama penurunan indeks tersebut, khususnya permintaan baru yang turun dibandingkan bulan sebelumnya. Permintaan asing juga mengalami penurunan tajam, menjadi yang tercepat sejak Januari 2023. Beberapa panelis S&P Global melaporkan tantangan pengiriman global sebagai penghambat penjualan.
Pelemahan produksi dan permintaan baru berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur.
“Penurunan ekonomi sektor manufaktur pada Agustus ditandai oleh penurunan tajam pada permintaan baru dan output selama tiga tahun. Perusahaan merespons dengan mengurangi karyawan, meskipun banyak yang percaya ini bersifat sementara,” ujar Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan tidak terkejut dengan laporan indeks manufaktur tersebut. Menurutnya, belum adanya kebijakan signifikan untuk menjaga industri manufaktur nasional menjadi penyebabnya.
“Kontraksi industri manufaktur karena adanya pelemahan penjualan dan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berjalan, yang turut disebabkan oleh masifnya produk impor murah ke pasar domestik,” jelas Agus.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief menambahkan, pelaku industri mengamati perkembangan penerapan aturan pemerintah, seperti rencana cukai minuman berpemanis, yang berpotensi memperlambat ekspansi industri.
Untuk mendorong ekspansi, Kementerian Perindustrian berupaya memperluas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), mempercepat Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), menerapkan SNI, serta memperketat pembatasan dan penegakan hukum terhadap impor ilegal.
“Pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi Untuk Kebutuhan Dalam Negeri juga perlu diprioritaskan untuk menjadi pengubah permainan bagi industri manufaktur,” pungkas Febri.