Jakarta – Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia memperkuat penuh rencana penerapan gaji tunggal atau single salary. Dengan konsep ini, maka semua tunjangan ASN akan disatukan ke dalam gaji.
Ketua I Koordinator Bidang Penguatan Organisasi Dewan Pengurus Korpri Donny Moenek mengungkapkan konsep single salary saat ini secara garis besar menyatukan seluruh komponen gaji yang dimaksud digunakan selama ini terpisah, seperti tunjangan anak juga istri, hingga tunjangan beras dan juga juga sebagainya ke dalam gaji pokok para aparatur sipil negara.
Namun, belakangan tunjangan jabatan dan fungsional yang digunakan masih akan pada area luar perhitungan.
“Yang saya tangkap dengan skema hal itu tentunya tunjangan anak lalu istri, lalu juga beras, serta tunjangan-tunjangan lain sudah masuk semua menjadi komponen gaji pokok. Khusus untuk tunjangan jabatan serta tunjangan fungsional tetap diatur lalu kita lihat nanti,” tegasnya.
Namun, Donny mengingatkan skema single salary itu ke depannya jangan sampai menimbulkan kecemburuan antar kementerian atau lembaga serta antar daerah sebagaimana yang digunakan yang terjadi selama ini.
Misalnya gaji PNS DKI Jakarta yang dimaksud dimaksud besar dibandingkan dengan gaji PNS daerah lainnya lantaran kapasitas fiskalnya terlampau kuat.
“Pertanyaan mendasar adalah nantinya kalau kita misal kembali ke Pemda DKI, dengan kapasitas fiskal yang mana begitu tinggi, kita diingatkan bagaimana hampir Rp 90 triliun komponen terbesar dari pembiayaan DKI ada di dalam dalam PAD (penerimaan asli daerah),” tuturnya.
Tak belaka kecemburuan pendapatan antar daerah saja, yang digunakan dimaksud disebabkan adanya keunggulan komparatif antar daerah, melainkan juga dalam tingkat antar kementerian lalu lembaga.
Menurutnya juga masih ada kecemburuan antar instansi pada pusat dengan pendapatan pegawai yang digunakan mengelola fiskal.
“Ada kementerian tertentu yang dapat serta dengan grade tertentu termasuk yang dimaksud dimaksud melakukan fungsi-fungsi berkenaan fiskal memperoleh sesuatu yang tersebut digunakan menimbulkan ketidakmerataan juga ketidakadilan atau kecemburuan antar kementerian. Nah bagaimana pada area tingkat daerah,” tegasnya.