Neni mengumumkan pertanyaan Gibran mengenai State of Global Islamic Economy atau SGIE di debat cawapres hanyalah pertanyaan jebakan untuk menimbulkan lawan terlihat tak mengerti.
Sikap tersebut, imbuh Neni, bukan patut dipertontonkan kandidat cawapres di area depan publik. Seharusnya, pertanyaan perihal ekonomi berbasis syariah itu disampaikan Gibran dengan jelas alih – alih menggunakan singkatan. Dari sisi gestur pun, Gibran terlihat mendiskreditkan lawan. Padahal seharusnya ada sikap saling menghormati antarkandidat pada debat cawapres yang mana disaksikan oleh seluruh penduduk tersebut.
Profil Neni Nur Hayati
Neni Nur Hayati dikenal menaruh perhatian besar terhadap sistem pemilihan umum serta demokrasi di tempat Indonesia. Namanya banyak muncul pada media untuk menyoroti keberjalanan pilpres dan juga lembaga pelopor pemilihan umum di area tanah air. Di samping itu, Neni Nur Hayati juga tergabung pada Anggota Lembaga Hikmah dan juga Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Paling anyar, Neni tak ketinggalan bersuara mengenai dinasti kebijakan pemerintah juga pengkhianatan demokrasi. Dia menyalahkan keras putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilihan Umum di Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres sehingga memberikan karpet merah untuk anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon perwakilan presiden.
Dia menyampaikan urusan politik dinasti seperti ini justru menjadi keterpurukan demokrasi dikarenakan anak – anak muda tidaklah berpolitik secara beradab.
Sebaliknya, urusan politik menurut Neni justru diperlakukan secara brutal dengan memanfaatkan hukum sebagai alat politik. Lebih parahnya, pelaku serupa sekali tak menyadari bahwa yang dimaksud beliau lakukan adalah bagian dari pembusukan demokrasi.
Neni juga pernah menyoroti temuan Pusat Pelaporan dan juga Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perihal operasi janggal dalam akun bendahara partai urusan politik yang digunakan mencapai setengah triliun rupiah.
Menurut Neni, adanya operasi janggal mencapai miliaran rupiah ini memicu demokrasi yang bukan adil lantaran berpotensi terjadinya jual beli suara. Temuan dana yang dimaksud diduga digunakan untuk kampanye itu, menurut Neni, menjadi fenomena gunung es pada setiap pemilu.
“Potret ini mengindikasikan bahwa aktivitas pilpres mengeluarkan anggaran yang mana jumlahnya sangat fantastis mulai dari pencalonan, kampanye kemudian nanti sengketa hasil,” kata Neni di keterangannya, Selasa (19/12/2023).