Tutup
News

Ketakutan Manusia Tergantikan AI vs Peluang Peningkatan Produktifitas

65
×

Ketakutan Manusia Tergantikan AI vs Peluang Peningkatan Produktifitas

Sebarkan artikel ini
ketakutan-manusia-tergantikan-ai-vs-peluang-peningkatan-produktifitas
Ketakutan Manusia Tergantikan AI vs Peluang Peningkatan Produktifitas

Bandung – Perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI) memunculkan perdebatan di tengah masyarakat, dengan fokus pada potensi kolaborasi antara manusia dan mesin. Seorang dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan pandangannya mengenai hal ini pada hari Jumat,menyoroti perlunya mengoptimalkan potensi kolaborasi tersebut.

Kekhawatiran mengenai potensi AI menggantikan peran manusia dalam berbagai aspek kehidupan,termasuk pekerjaan,seni,dan pengambilan keputusan,dinilai sebagai hal yang wajar. Kemampuan mesin untuk melaksanakan beragam tugas, mulai dari penulisan esai hingga pengendalian robot industri, menjadi dasar dari kekhawatiran ini.

Namun, dosen ITB tersebut menekankan pentingnya menyeimbangkan kecemasan ini dengan pemahaman yang mendalam mengenai potensi yang ditawarkan oleh AI. Ia menyatakan, “Bukan sebagai ancaman yang otomatis ⁤menggantikan manusia,⁢ AI dapat menjadi sekutu produktivitas yang mempercepat kerja, mengurangi beban fisik dan mental, serta membantu pengambilan keputusan berbasis data.”

AI dinilai memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas repetitif dan teknis, sehingga memungkinkan manusia untuk lebih fokus pada aspek-aspek yang membutuhkan intuisi, empati, dan kreativitas. sebagai contoh, dalam konteks rumah sakit, AI dapat membantu dalam membaca hasil CT scan dengan lebih cepat, namun peran dokter tetap krusial dalam menafsirkan konteks dan mengambil keputusan medis yang tepat.

Pemanfaatan AI secara bijaksana diyakini dapat meningkatkan produktivitas nasional secara signifikan.Dalam dunia bisnis, AI berpotensi memangkas waktu dan biaya operasional. Di sektor publik, AI dapat mempercepat pelayanan dan mengoptimalkan distribusi bantuan sosial. Bahkan, di sektor pertanian, AI membuka peluang untuk meningkatkan efisiensi.

Namun, aspek etika menjadi kunci utama dalam pengembangan AI. Ia menegaskan,”AI yang diberi ruang besar dalam kehidupan manusia harus dikendalikan oleh nilai-nilai kemanusiaan yang kuat.” Tanpa landasan etika yang kuat, AI berpotensi memperkuat bias yang ada, memperparah kesenjangan sosial, dan memanipulasi informasi.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan strategi yang matang agar warganya mampu hidup berdampingan dan bekerja sama dengan AI. Sistem pendidikan perlu direformasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kolaboratif, dan adaptif. Dunia kerja juga perlu menyediakan program pelatihan ulang (reskilling) bagi para pekerja.

Negara juga memiliki peran penting sebagai wasit etika, memastikan bahwa regulasi AI mengutamakan kepentingan publik, menciptakan sistem audit algoritma, mendorong transparansi data, serta menjamin perlindungan bagi kelompok-kelompok rentan.

ia menyimpulkan, “AI harus diberi ruang seluas-luasnya untuk membantu manusia⁤ mengelola kompleksitas​ dunia modern-tetapi ruang⁤ itu harus dibingkai dengan​ nilai, norma, dan visi kebangsaan.” AI bukanlah ancaman,melainkan alat yang kekuatannya sangat bergantung pada bagaimana manusia menggunakannya.

Baca Sumbar Bisnis lebih update via Google News, Klik Disini.