Moskow – Komisi XII DPR RI memberikan dukungan terhadap hasil kunjungan presiden Prabowo Subianto ke Rusia,yang salah satunya membahas potensi kerja sama strategis di sektor energi,termasuk proyek modernisasi kilang minyak dan gas (migas) di Indonesia.
Dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, kerja sama energi menjadi salah satu fokus utama yang disepakati untuk diperkuat di masa mendatang. Anggota Komisi XII DPR RI, Mukhtarudin, menyatakan bahwa kunjungan tersebut membuka peluang konkret di sektor energi. “Kunjungan Presiden ke Rusia membuka peluang konkret di sektor energi, termasuk potensi alih teknologi dan investasi dari Rusia dalam proyek-proyek modernisasi kilang di Indonesia. Ini langkah strategis untuk memperkuat ketahanan energi nasional,” ujarnya pada Minggu (22/6).
Mukhtarudin menyoroti bahwa kapasitas kilang nasional saat ini masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa total kapasitas kilang di indonesia hanya sekitar 1,1 juta barel per hari, sementara konsumsi BBM nasional mencapai 1,5 juta barel per hari. ketimpangan ini menyebabkan Indonesia masih bergantung pada impor BBM, yang membebani anggaran subsidi energi dan membuat APBN rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia.
“Dengan modernisasi kilang dan teknologi mutakhir, kita bisa tingkatkan efisiensi produksi dan tekan impor BBM yang tahun lalu tembus 26 juta kiloliter, setara ratusan triliun rupiah,” jelasnya.
Di sisi lain, Mukhtarudin juga mengingatkan pentingnya respons strategis pemerintah terhadap dinamika geopolitik global. Konflik antara Iran dan Israel yang terus memanas berpotensi memicu lonjakan harga minyak dan mengganggu pasokan global, terutama karena posisi Iran sebagai salah satu eksportir minyak terbesar dunia.
Harga minyak mentah jenis Brent bahkan sempat menyentuh USD 86 per barel akibat ketegangan ini. “Pemerintah harus punya mitigasi. Krisis geopolitik bisa lonjakan harga minyak dan gas, dan ini langsung berimbas ke APBN, daya beli masyarakat, dan sektor industri,” tegasnya.
Presiden RI Prabowo Subianto mengungkapkan sejumlah capaian dalam 7 bulan masa kepemimpinannya, mulai dari peningkatan produksi pangan hingga proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini, di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) 2025.
“Dalam 7 bulan masa pemerintahan saya, kami telah mencapai peningkatan produksi beras dan jagung sekitar 50 persen,” ujar Prabowo saat berpidato dalam sesi panel SPIEF 2025 di ExpoForum, St. Petersburg, Rusia, jumat (20/6) seperti dilansir Antara.
Prabowo mengatakan bahwa peningkatan produksi beras dan jagung tersebut merupakan yang terbesar secara agregat dalam sejarah Republik Indonesia. Selain itu, Presiden mengungkapkan bahwa saat ini cadangan beras di gudang pemerintah tercatat 4,4 juta ton, yang juga disebut sebagai jumlah tertinggi sepanjang sejarah nasional.
Presiden menjelaskan bahwa pemerintahan yang dipimpinnya telah menjalankan berbagai upaya, mulai dari meningkatkan efisiensi, memberantas korupsi, melakukan deregulasi, hingga memangkas berbagai regulasi yang menghambat efisiensi. “Dan kami telah melihat hasil yang cepat dari langkah-langkah tersebut,” ucap kepala Negara.
Di sisi lain, Presiden juga menyampaikan laporan dari para ahli yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama tahun ini telah melampaui 5 persen. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan tersebut bisa mendekati atau melampaui 7 persen hingga akhir tahun.
Terkait dengan ketahanan pangan, Presiden Prabowo menargetkan swasembada pangan dalam jangka waktu 4 tahun. Namun, dengan perkembangan yang ada, Pemerintah menilai swasembada pangan dapat tercapai dalam waktu 1 tahun. Dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia juga diproyeksikan dapat menjadi negara pengekspor beras dan jagung.
“Ini menunjukkan bahwa jalur yang kami ambil sudah tepat, dan sedang mencapai tujuan kami. Saya sangat yakin bahwa dalam beberapa tahun ke depan,kami akan mencapai target yang telah ditetapkan,” ujar Presiden Prabowo.
Mukhtarudin menyimpulkan, “Di tengah dunia yang makin tak pasti, Indonesia butuh pijakan kuat di sektor energi. Modernisasi kilang,penguatan cadangan nasional,dan diversifikasi ke energi terbarukan bukan lagi pilihan,tapi keharusan. Saat dunia bergejolak, kemandirian energi adalah fondasi kedaulatan kita sebagai bangsa.”