SUMBARBISNIS – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Sumatra Barat mencatat realisasi pendapatan negara sebesar Rp1,88 triliun hingga 31 Maret 2025. Angka ini setara dengan 24,44% dari target APBN 2025 yang mencapai Rp7,68 triliun.
Kepala Kanwil DJPb Sumbar, Syukriah, menyatakan bahwa pendapatan Sumbar tumbuh positif 34,83% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Komposisi pendapatan negara didominasi oleh penerimaan perpajakan dengan porsi 73,43%.
Dikutip Bisnis, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai menyumbang angka tersebut. Pajak Luar Negeri berkontribusi sebesar 54,92% terhadap total pendapatan. Kenaikan penerimaan perpajakan luar negeri terutama berasal dari penerimaan Pajak Bea Keluar.
Tercatat, penerimaan Bea Keluar tumbuh positif 974,00% secara tahunan. Realisasinya mencapai Rp753,69 miliar atau 194,91% dari target tahun 2025. Peningkatan volume ekspor CPO beserta turunannya menjadi pendorong utama kondisi ini. Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumbar mencapai Rp498,55 miliar. Angka ini setara dengan 30,87% dari target tahun 2025. Pendapatan PNBP hingga Maret 2025 tumbuh positif sebesar 17,49% (yoy). Kenaikan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) sebesar 48,72% (yoy) menjadi pendorong utama pertumbuhan PNBP.
Total Belanja Negara di wilayah Sumbar hingga 31 Maret 2025 adalah Rp7,43 triliun. Jumlah ini setara dengan 23,08% dari pagu 2025 sebesar Rp31,18 triliun. Belanja Negara terbagi atas Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah (TKD). Kantor vertikal Kementerian/Lembaga melaksanakan Belanja Pemerintah Pusat. Kemudian, TKD disalurkan melalui 6 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Sumbar menerima penyaluran ini.
Lebih lanjut, Syukriah menjelaskan bahwa TKD hingga triwulan I/2025 telah tersalurkan senilai Rp5,48 triliun. Persentase ini mencapai 25,55% dari pagu 2025 sebesar Rp21,45 triliun. Kinerja TKD tumbuh positif Rp651,25 miliar atau 13,49% secara tahunan. Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang meningkat Rp184,17 miliar atau 4,57% (yoy) mendorong pertumbuhan ini. Bahkan, DAU memberikan kontribusi terbesar terhadap realisasi TKD secara keseluruhan. Nilainya mencapai Rp3,95 triliun atau 72,14%. Persentase kenaikan TKD tertinggi terdapat pada dana desa yang tumbuh positif 41,74% (yoy). Penyaluran dana desa telah mencapai Rp396,26 miliar atau 37,58% dari pagu 2025 sebesar Rp1,05 triliun.
Dari capaian tersebut, Syukriah mengungkapkan bahwa penyaluran dana desa tertinggi berada di Kabupaten Pesisir Selatan. Realisasinya sebesar Rp64,15 miliar. “Kami berharap penggunaan dana desa di Pesisir Selatan memberikan dampak ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Selain dana desa, DJPb Sumbar mencatat penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH). Hingga 31 Maret 2025, DBH mencapai Rp76,58 miliar atau 11,99% dari pagu 2025 sebesar Rp638,60 miliar. DBH mengalami kenaikan sebesar Rp0,42 miliar atau 0,55% (yoy). “Kenaikan nilai salur ini seiring implementasi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD,” tegasnya.
Selanjutnya, DAK Nonfisik telah tersalurkan sebesar Rp1,03 triliun atau 46,68% dari pagu 2025. Pagu DAK Nonfisik adalah Rp4,16 triliun. Dana ini terdiri atas bantuan operasional satuan pendidikan, bantuan operasional kesehatan, dan DAK Non Fisik lainnya.
Kemudian, Dana Insentif Fiskal (DIF) di Sumbar juga telah tersalurkan. Nilainya mencapai Rp33,45 miliar atau 23,23% dari pagu 2025 sebesar Rp144 miliar. Sementara itu, realisasi pendapatan APBD konsolidasian 20 pemerintah daerah Regional Sumbar mencapai Rp2,95 triliun. Angka ini setara dengan 10,41% dari target sebesar Rp28,36 triliun hingga 31 Maret 2025.
Secara nominal, pendapatan daerah terkoreksi 24,89% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Pendapatan daerah Sumbar masih didominasi oleh dana TKD sebesar Rp2,49 triliun atau 84,62%. Lalu, realisasi belanja daerah konsolidasian 20 pemerintah daerah Regional Sumbar hingga Maret 2025 adalah Rp1,95 triliun. Jumlah ini setara dengan 6,61% dari pagu 2025 sebesar Rp29,49 triliun. Secara nominal, belanja daerah mengalami penurunan 34,86% dibandingkan periode sama tahun 2024.
“Kebijakan fiskal tahun 2025 diarahkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan,” pungkas Syukriah.
Tujuan kebijakan ini adalah menurunkan kemiskinan ekstrem dan meningkatkan pemerataan ekonomi. Upaya pengendalian inflasi juga menjadi fokus utama. Pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai program perlindungan sosial.