Jakarta – PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak proyeksi penurunan harga minyak global yang diperkirakan akan mempengaruhi sektor hulu migas pada tahun 2025.Proyeksi ini menjadi perhatian utama mengingat potensi dampaknya terhadap pendapatan dan investasi.
pada hari Rabu (6/9/2023), direktur Keuangan Pertamina, menyampaikan bahwa perusahaan memproyeksikan adanya pelemahan pada parameter utama seperti Brent, crude price, dan MOPS. “Sektor hulu sangat terkena pressure yang cukup dalam. Belum lagi dari sisi investasi dan pengelolaan aset, yang pasti akan ikut terhambat,” ujarnya.
Lebih lanjut,dijelaskan bahwa indikasi penurunan harga minyak sudah mulai terlihat. “Kalau kita lihat year-on-year antara 2025 dan 2024, memang sudah terjadi perburukan. Bahkan untuk tahun berjalan (YTD) saja, posisi ICP saat ini sudah berada di level 70 dolar per barel, dan pada Mei 2025 turun hingga 62 dolar per barel,” jelasnya.Menanggapi potensi tantangan ini, Pertamina berencana untuk meningkatkan koordinasi dengan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mendorong reformasi kerangka regulasi di sektor hulu migas pada paruh kedua tahun 2025. Langkah ini dianggap penting untuk menjaga target produksi dan lifting minyak nasional.
“Kalau tidak disikapi dengan breakthrough secara essential, maka target produksi dan lifting bisa terganggu. Reform dari sisi regulatory framework di sektor migas harus segera dilakukan agar target 1 juta barel per hari pada 2028 tidak terhambat,” tegasnya, menekankan bahwa stabilitas regulasi menjadi kunci untuk menjaga investasi dan operasional di tengah volatilitas harga minyak global.