Jakarta – Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga buka suara terkait persoalan hukum yang mendera PT Antam dengan crazy rich Surabaya Budi Said.
Menurut dia, sebenarnya Antam telah memberikan emas sebesar Rp3,5 triliun (5,9 ton), meskipun Budi Said mengklaim total itu tidak sesuai kesepakatan.
Arya menilai, seharusnya pihak Budi memiliki pemahaman soal pengelolaan risiko. Iming-iming potongan harga jual Emas Antam 20 persen seharusnya dipertimbangkan dengan serius, tidak sesuai dengan tren pasar.
Apalagi pada praktiknya Antam hanya diperbolehkan memberikan maksimal potongan atau diskon 0,65 persen emas di jumlah keseluruhan tertentu. Itu pun baru dapat diberikan pada satu perjanjian khusus dengan mekanisme business to business, bukan perorangan.
Menurut Arya, jikalau diskon 20 persen benar, itu bisa merugikan Antam dan negara, juga Budi Said seharusnya menyadari bahwa penanaman modal di waktu singkat tidak mungkin memberikan keuntungan instan.
“Pak Budi Said seharusnya mempertimbangkan pembangunan ekonomi dengan bijak. Ini tidak masuk akal. Seharusnya beliau sadar bahwa ini adalah penipuan. Itu bukan mungkin sekali,” katanya di Jakarta, Selasa (10/1/2024).
Sementara itu, pengajuan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh pelaku bisnis Budi Said terhadap PT Aneka Tambang Tbk atau Antam dinilai tidak valid.
Pakar Hukum Kepailitan dan PKPU Teddy Anggoro mengatakan, instrumen pengajuan penundaan pembayaran utang hanya dapat dialamatkan pada perusahaan yang sedang mengalami hambatan finansial.
Hal tersebut termaktub di pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU. Aturan ini juga hanya ditujukan untuk debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan melakukan pembayaran.
“Artinya penegasan konstitusi bahwa PKPU seharusnya semata-mata diajukan terhadap perusahaan dengan situasi finansial yang buruk, tidak sebaliknya. Jadi tidak dapat digunakan pada perusahaan dengan kondisi finansial yang sehat. Tujuan undang-undangnya begitu,” imbuh dia.
Selain itu, ia menilai Antam merupakan bagian tak terpisahkan dari pemerintah yang merupakan BUMN dengan kepentingan publik. Oleh karenanya, PKPU hanya dapat diajukan oleh Kementerian Keuangan.
“Belum lagi, pada beberapa perkara hukum permohonan PKPU lainnya yang diajukan untuk entitas milik pemerintah, ditolak oleh pengadilan. Berkaca dari perkara tersebut, seharusnya pengadilan menolak pula pengajuan PKPU yang dilakukan oleh Budi Said,” jelas dia.
Teddy menganggap tuntuan PKPU sengaja dilakukan untuk memberi tekanan finansial dan nonfinansial untuk Antam. Efek finansial tersebut seperti pengumuman ke surat kabar nasional, rapat kredit, pengamanan aset termasuk pembentukan pengurus yang memakan biaya tidak sedikit.
Sedangkan aspek nonfinansial sesuai aturan negara salah satunya adalah selama proses PKPU, kebijakan direksi harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pengurus yang ditunjuk oleh pengadilan.
“Keputusan direksi harus mendapat persetujuan dari orang yang mungkin saja tidak punya latar belakang di bidang itu. Betapa terganggu perusahaan nantinya,” kata dia.