Perbankan

Tak Sepakat Mitra Ojol Jadi Pekerja, Menteri Maman: Hanya 15% Terserap

×

Tak Sepakat Mitra Ojol Jadi Pekerja, Menteri Maman: Hanya 15% Terserap

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menyoroti sejumlah tantangan terkait rencana perubahan status mitra pengemudi ojek online (ojol) menjadi pekerja tetap. Dalam pandangannya,tidak semua pengemudi ojol memenuhi syarat untuk menjadi karyawan tetap.Pada konferensi pers bertajuk “Rekrutmen Mitra Digital: Menjadi Pengusaha UMKM Bersama Grab OVO” di Smesco Indonesia, selasa (17/6/2025), Maman memperkirakan hanya sebagian kecil mitra pengemudi ojol yang berpotensi terserap jika status mereka diubah menjadi pekerja. “Jadi kalau mereka di-treatment sebagai pekerja, berarti saya melihatnya kalau ditreatment sebagai pekerja, itu prediksi kita kurang lebih sekitar 15-20 persen saja yang bisa terakomodasi,” ujarnya.

Maman menjelaskan bahwa proses seleksi akan menjadi faktor penentu dalam penerimaan pengemudi sebagai pekerja tetap. Ia juga menyoroti tingkat pendidikan pengemudi ojol yang masih rendah sebagai salah satu kendala. “sedangkan, sebagian besar juga di OJOL ini banyak juga yang mereka enggak tamatan SMP, enggak tamatan SMA, artinya secara pendidikan mereka belum proper waktu itu. Nah, ini juga kita harus mengimbangi dan kita harus menjaga,” jelasnya.

Sebagai alternatif,Maman menawarkan solusi dengan menjadikan pengemudi ojol sebagai UMKM,sehingga mereka dapat memanfaatkan berbagai insentif yang disiapkan pemerintah. “Kenapa di treatment sebagai UMKM? Mereka bisa mendapatkan beberapa fasilitas-fasilitas insentif yang nanti pemerintah akan siapkan dan berikan kepada UMKM-UMKM,” ungkapnya.

Maman juga mempertanyakan nasib pengemudi yang tidak terserap jika perubahan status menjadi pekerja tetap dipaksakan. Ia memberikan contoh, jika 40 persen mitra ojol menjadi pekerja, maka 60 persen sisanya akan menghadapi masalah baru. “Di beberapa negara pada saat dia switch dari mitra menjadi tenaga kerja,persentasenya itu kita anggap deh,saya kasih bonus kalau tadi disebutkan 20 persen,kita naikkan sampai 40 persen,pertanyaannya siapa yang bertanggung jawab terhadap 60 persen-nya?” tanyanya.

Menurut Maman, mayoritas pengemudi ojol lebih memilih untuk tetap menjadi mitra aplikator. “Saya tidak bilang 100 persen, tetapi sebagian besar memang lebih menginginkan tetap dengan status kemitraan,” tegasnya.

Oleh karena itu, Maman menekankan pentingnya mencari cara agar mitra ojol dapat memperoleh manfaat yang lebih besar, misalnya melalui insentif ekonomi sebagai UMKM. “Tinggal nanti dalam perjalanan, inilah yang menjadi tugas kami, Kementerian UMKM untuk mencari atau membuat sebuah format-format bagaimana insentif-insentif tambahan, yang tadinya mungkin pendapatan mereka sekian, ya dengan berjalan dengan perkembangan waktu, mereka bisa kita naikkan pendapatannya. Dan saya yakin itu juga sudah menjadi komitmen yang baik,” paparnya.

Country managing Director Grab Indonesia,Neneng Goenadi,mencontohkan kebijakan di negara lain seperti Spanyol dan Swiss. Di Spanyol, perubahan status hanya mengakomodir 17 persen pengemudi, sementara di Swiss sekitar 37 persen. “Kalau misalnya, jumlah pengemudi online-nya itu berkurang, misalnya 2 roda, ojol, yang mengantarkan penumpang, mengantarkan makanan, gitu ya. kalau misalnya itu berkurang, UMKM yang masuk juga yang dilayaninya juga berkurang. Dan, yang tadi pada dasarnya untuk menjadi sampingan, untuk menambah pendapatan, apakah bisa? tidak bisa, mereka tidak mungkin bisa diterima,” pungkasnya.

Baca Sumbar Bisnis lebih update via Google News, Klik Disini.