Jakarta – Angka masyarakat kelas menengah di Indonesia merosot drastis hingga 12 juta jiwa dalam lima tahun terakhir. Pengamat menilai pemerintah gagal mengendalikan daya beli masyarakat.
“Pendapatan tertekan, sementara inflasi meningkat. Akibatnya, daya beli rendah,” ujar pengamat Trubus Radardiansyah dikutip dari Republika, Minggu (1/9/2024).
Kelesuan ekonomi pun terjadi akibat daya beli yang lesu. Trubus menilai, pemerintah perlu menentukan pendapatan yang realistis berdasarkan inflasi, bukan hanya UMP atau UMR.
“UMP yang ditetapkan pemerintah justru menyesatkan, karena masalahnya juga pada kinerja. Pemerintah tidak bisa mendorong kinerja, sementara inflasi bisa mendorong kinerja,” tuturnya.
Faktor lain penurunan kelas menengah adalah pemutusan hubungan kerja (PHK). “Itu menunjukkan kebijakan pemerintah yang gagal mengendalikan daya beli,” tegas Trubus.
Untuk menumbuhkan daya beli, Trubus menyarankan pemerintah menekan pajak. “Ada beberapa kebutuhan dasar yang seharusnya dibebaskan pajak,” katanya.
Trubus menekankan pentingnya peka terhadap sektor pangan yang terbebani pajak. “Pemerintah rakus mendapatkan pajak dari berbagai arah, termasuk kebutuhan dasar masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah, lanjut Trubus, harus mencari sumber pembangunan selain pajak. “Kesejahteraan bisa diciptakan, tapi pemerintah bersikukuh bahwa pemasukannya dari situ (pajak),” tandasnya.